Beberapa Soalan untuk Ustadku [61]

Orang-orang Syiah berkata bahwa: Ada sebuah persoalan yang isinya meremehkan dan menghina Rasulullah Saw dan Aisyah Ra menukil persoalan tersebut sebagai sebuah riwayat. Dimana tentunya bagi setiap manusia yang mempunyai rasa cinta kepada Rasulullah saw, maka hal ini adalah sesuatu yang tidak bisa diterima dan membuat telinga gatal[1], dan sebagian dari hal itu adalah sebuah kebohongan dan tidak sesuai dengan syari’at dan pribadi Rasulullah saw.

  1. Aisyah Ra berkata: “ketika aku menikah, aku dalam keadaan masih gadis perawan”.

  2. Aisyah Ra berkata: “Adalah wahyu turun kepada Rasulullah Saw dan ketika itu aku dan beliau berada dalam satu selimut”. [2]

  3. sesungguhnya Aisyah Ra mengabarkan kepada orang-orang bahwa beliau saw telah menciumnya dalam kondisi Nabi saw sedang berpuasa.[3] Baca lebih lanjut

Melacak Jejak Kemunculan Syiah

Tulisan ringan ini adalah sebuah tanggapan ringan atas asumsi yang dibangun oleh salah seorang penyanggah, yang mengomentari artikel Relasi Agama dan Filsafat. Kendati, menurut hemat penulis, komentar yang ditujukan atas tulisan tersebut merupakan komentar salah alamat untuk tidak mengatakan salah kaprah. Karena dalam tulisan tersebut yang diketengahkan adalah masalah-masalah universal dan umum tidak menjurus kepada masalah-masalah partikular dan khusus seperti masalah-masalah mazhab, Sunni-Syiah. Tapi nampaknya penyanggah kurang memperhatikan etika polemik dengan baik, barangkali didorong oleh keinginan untuk memanfaatkan tulisan yang popular yang kemudian dibaca oleh setiap orang dengan mudah dan cepat, sehingga membuat penyanggah lalai akan etika polemik ini. Termasuk tidak menyebutkan nama, email yang dapat menjamin kontiunitas diskusi ini, foot note yang dilampirkan tidak tahu merujuk kemana? Ala kulli hal, dalam tulisan-tulisan polemis antara kedua mazhab besar ini, ayat-ayat Qur’an dan hadis-hadis nabawi yang sering dikemukakan adalah lebih banyak dari apa yang diuraikan oleh sang penyanggah. Seperti dengan mengatakan bahwa dalil Qur’an yang menjadi landasan atau hujjah mazhab Ahlulbait As  terdiri dari dua ayat al-Qur’an, surah al-Hud ayat 72-74 dan surah al-Ahzab ayat 28-33, yang kurang lebihnya menyoroti redaksi Ahl al-Bait dari ayat tersebut.” Baca lebih lanjut

Abdullah bin Saba; Dongeng Para Pendusta

Bak legenda pendekar syair berdarah, bait-bait Abdullah bin Saba mengiang memecahkan telinga masa, terus bergerak ke lembaran-lembaran sejarah umat Islam. Pendekar yang satu ini telah menjadi pedang yang haus darah bagi mazhab Syi’ah selama ratusan generasi setelah kemunculannya.

Siapakah Abdullah bin Saba? Adakah realitas dan ekstensi orang ini? lantas apa hubungannya dengan Syi’ah.? Benar, meneliti lebih jauh Abdullah bin Saba adalah sesuatu yang urgen untuk dapat lebih jernih melihat Syi’ah. Tidak cukup adil kelihatannya bila hanya merujuk kepada buku-buku yang menjadikan tokoh kita ini sebagai senjata menyerang Syi’ah, sementara kita tidak membuka buku-buku pembelaan ulama muktabar Syi’ah.

Berikut ini, kami mengajak Anda melihat realitas, kemudian kepada hati, kita tanyakan, apakah kita berani mengambil argumentasi yang benar, atau kita, adalah orang-orang yang menutup diri dari kebenaran! Baca lebih lanjut

Merayakan Lebaran di Idul Ghadir

1.jpgHari ini, 18 Dzul-Hijjah kaum Muslimin merayakan sebuah hari raya, bahkan merupakan hari raya terbesar di antara hari-hari raya Islam, seperti Idul Fitri dan Idul Qurban. Hari itu adalah hari imamah, khilafah dan hari kesempurnaan agama dan kemanusiaan. Hari dimana Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As dinobatkan sebagai imam dan khalifah kaum Muslimin pasca Rasulullah Saw. Hari itu sepanjang perjalanan sejarah kaum Muslimin dikenal sebagai hari Ghadir.

Apabila Ghadir bermakna kembalinya ingatan pada perubahan besar dalam sejarah umat manusia, di tengah budaya kaum Muslimin, hari Ghadir layak untuk diperingati sebagai hari raya akbar umat manusia khususnya bagi kaum Muslimin.

Lantaran perubahan besar dalam sejarah umat manusia berlangsung pada hari ini. Dan sebagaimana kita mendengar dari lisan riwayat, bahwa pada hari ini kesempurnaan agama dan kebahagiaan manusia telah distempel dan dijamin.

Seluruh agama-agama samawi, sebagai pendahulu agama Islam telah sempurna pada hari Ghadir. Dan Tuhan semesta alam (Rabbul ‘Alamin) telah rela dengan agama Islam. Baca lebih lanjut

Al-Ghadir Menurut ASWAJA

mankuntu.jpgAhli bahasa beranggapan bahwa derivasi ‘ied adalah dari kata ‘aud. Dan kata ‘aud bermakna kembali. Oleh karena itu setiap ied adalah berarti kembali atau mudik.

Kembali secara berulang adalah sebuah gerakan setelah melintasi kausa nuzuli dan mulai beranjak naik menuju kausa su’udi. Sebagaimana kita memperingati tahun baru (nuruzz, tahun baru Persia, AK) sebagai saat-saat kembalinya kehidupan kepada tabiat (alam).

Sebuah kehidupan yang terpasung dalam tawanan suasana dingin, dan pada puncak kedinginan musim salju (winter, semiztân) dan bahkan pada batas ketiadaan – hingga seolah-olah tiada – dan kemudian lahir kembali dengan tibanya musim semi dan ibarat melodi yang mengalun naik.

Kembalinya kehidupan kepada suasana musim semi ini harus diperingati. Dan hal ini merupakan puncak semangat sebuah maktab yang dipersembahkan kepada dunia materi.

Kini apabila alegori (perumpamaan) ini kita aplikasikan pada teks-teks agama dimana seluruh semesta merupakan mukaddimah bagi wujud manusia dan tujuan penciptaan manusia adalah untuk beribadah, maka hari raya harus dimeriahkan sebagai hari kembalinya kehidupan maknawi manusia. Baca lebih lanjut

Beberapa Soalan untuk Ustadku [60]

UMMUL MUKMININ AISYAH RA

Betulkah apa yang dikatakan mereka (Syi’ah) bahwa sebagian istri-istri Nabi Saw (Ummahatulmukminin) telah murtad dan kembali menjadi kafir. Seperti Qatilah saudara perempuan Asy’ats Ibnu Al-Qais, ketika selesai aqad dan menikah, tiba-tiba dia mendengar Nabi Saw wafat, maka dia langsung murtad dan keluar dari agama Islam dan menjadi kafir kemudian dia menikah dengan Ikrimah, anak Abu Jahal.. dan Abu Bakar Ra hendak membakar Ikrimah karena melakukan tindakan kriminal yaitu menikah dengannya (dengan Qatilah).

Kalau peristiwa ini adalah sebuah hakikat dan realitas, maka kenapa kita meyakini bahwa semua istri Nabi saw mempunyai kedudukan tinggi dan tidak boleh dikritik serta mereka semua adalah ahli surga dan tidak pernah berbuat dosa (Maksum).[1]

 


[1] .Usdul Ghabah 7: 240, Mustadrak ‘ala Ashshahihain 4: 40, Kanzul Ummal 13: 304, Dalailu An-Nubuwwah 7: 288. Al-Ishabah 8: 292 dari Ibnu Abbas: bahwa Nabi saw, menikah dengan Qatilah saudara perempuan Asy’ats dan kemudian Nabi Saw meninggal sebelum sampai kabarnya ….dan riwayat ini mempunyai sanad yang kuat.

Beberapa Soalan untuk Ustadku [59]

UMMUL MUKMININ AISYAH RA

Betulkah bahwa Ummul Mukminin Aisyah Ra telah membunuh 20 ribu kaum Mukmin beserta anak-anaknya pada perang Jamal dan kalau ada seseorang yang datang memprotes kepadanya (Aisyah Ra), maka akan disiksanya? Sebagaimana yang terjadi pada Ummu Aufa dan dia (Aisyah Ra) menggolongkan Ummu Aufa sebagai musuh Allah SWT dan memerintahkan supaya dia (Ummu Aufa) diusir dari tempat, Ibnu Abdu Rabih berkata:Ummu Aufa Al-Abdiah menemui Aisyah Ra setelah perang Jamal, lalu dia berkata padanya: Bagaimana pandangan Anda tentang seorang perempuan yang telah membunuh seorang laki-laki yang masih kecil? Aisyah Ra menjawab: “Wajib baginya balasan neraka.” Berkata (Ummu Aufa): Bagaimana pandangan Anda tentang seorang wanita yang telah membunuh anak-anaknya yang sudah besar sebanyak 20 ribu orang dalam satu tempat? Dia  menjawab: Tangkaplah orang ini!! Dia ini musuh Allah”. [1]

 


[1] . Al’Aqdu Al-Farid 4: 305.

Beberapa Soalan kepada Ustadku [58]

Benarkah apa yang dikatakan mereka (syi’ah) bahwa Aisyah ra mempunyai Mushaf khusus dan diberi nama Mushaf Aisyah.[1]

Dan sebagian sahabat juga mempunyai mushaf: Mushaf Salim Maula Hudzaifah, dan Mushaf Ibnu Mas’ud, dan Mushaf Ubay Bin Ka’ab, Mushaf Miqdad, Mushaf Mu’az bin Jabal, dan Mushaf Abu Musa Asy’ari.[2]

Apa bedanya mushaf-mushaf tersebut dengan mushaf Fathimah dan mushaf Imam Ali ra? Lalu kenapa kita memprotes syi’ah dari aspek ini?

 


[1] . Tafsir Nasai 2: 370, Tafsir Baghawi 2: 331.

[2] . Usdul Ghabah 4: 216.

Beberapa Soalan kepada Ustadku [57]

Apakah betul yang dikatakan oleh orang Syiah bahwa menurut Aisyah Ra; orang besar itu boleh menyusu, yakni untuk supaya seseorang bisa menjadi mahram kita, cukup orang tersebut menyusu pada seorang perempuan sebanyak lima kali, ketika itu, perempuan tersebut menjadi ibunya dan saudara perempuan itu menjadi bibinya….dan Aisyah Ra apabila ingin melihat seseorang (laki-laki) dan mengizinkannya untuk masuk ke rumah, terlebih dahulu dia menyuruh orang tersebut datang ke keponakan Aisyah Ra -Asma- untuk menyusu sehingga orang tersebut menjadi mahramnya (Aisyah ra)! Namun Ummu Salamah dan istri Nabi Saw yang lain sangat menentang pendapat ini.[1]


[1]. Sunan Abu Daud 2: 222, shahih Muslim kitab Ar-Radh’a bab 7: 4, 251 Darami 2: bab 59 hadits 2257: 210, Sunan Ibnu Majah 1 bab 36, Ridha’ul Kabir 1943: 625, penyusun Abdurrazzaq 7: 460 dan 13886.

Beberapa Soalan kepada Ustadku [56]

UMMUL MUKMININ AISYAH RA

Orang-orang Syi’ah berkata: Ada sebuah persoalan yang isinya meremehkan dan menghina Rasulullah Saw dan Aisyah Ra menukil persoalan tersebut sebagai sebuah riwayat. Dimana tentunya bagi setiap manusia yang mempunyai rasa cinta kepada Rasulullah Saw, maka hal ini adalah sesuatu yang tidak bisa diterima dan membuat telinga gatal[1], dan sebagian dari hal itu adalah sebuah kebohongan dan tidak sesuai dengan syari’at dan pribadi Rasulullah saw.

  1. Aisyah Ra berkata: “Ketika aku menikah, aku dalam keadaan masih gadis perawan”.
  2. Aisyah Ra berkata: “Adalah wahyu turun kepada Rasulullah Saw dan ketika itu aku dan beliau berada dalam satu selimut”. [2]
  3. Sesungguhnya Aisyah Ra mengabarkan kepada orang-orang bahwa beliau saw telah menciumnya dalam kondisi Nabi Saw sedang berpuasa.[3]
  4. Aisyah Ra: “Suatu hari Rasulullah masuk kepadaku dalam keadaan dua orang kanis (pembantu) sedang sibuk melantunkan sebuah lagu, Rasulullah Saw tanpa memperhatikan mereka, langsung menuju tempat tidurnya kemudian tidur, tiba-tiba Abu Bakar Ra masuk dan menakut-nakutiku dan dia berkata: Musik setan di dalam rumah Nabi!! Rasulullah saw berkata kepadanya (Abu Bakar ra): jangan ganggu mereka, biarkan saja mereka teruskan nyanyiannya. Ketika Abu Bakar Ra sedikit lalai, maka saya pun segera menyuruh pembantu-pembantu itu untuk pergi meninggalkan ruangan”. [4]
  5. Menyaksikan tarian: dari Aisyah Ra berkata:”Pada suatu hari raya ada orang budak hitam sedang bermain menari dengan pedang dan perisai, maka aku pun bertanya kepada Beliau saw dan Beliau berkata: Kamu menyukainya, dan menyaksikannya? Lalu aku berkata: iyah, lalu beliau memberdirikanku di belakangnya, pipiku di atas pipinya dan dia berkata:Silahkan kalian wahai Bani, berilah dia sampai betul-betul jenuh dan bosan. Dia berkata:cukup bagimu. Saya berkata: iyah. kemudian dai berkata:pergilah![5]
  6. Dari Aisyah Ra: “Pada hari raya sekelompok orang dari Habasyah datang ke Masjid dan dalam keadaan mereka sedang menari-nari, Nabi saw memanggil saya -Aisyah ra- dan meletakkan kepalaku diatas bahunya dan menonton mereka (orang yang sedang menari itu).[6]

Asqalani berkata peristiwa ini -tarian habasyah- terjadi pada tahun ke 7 H yaitu ketika Aisyah ra berumur 15 tahun.[7]

  1. Dari Aisyah ra berkata: “aku berbaring dan tidur di depan Rasulullah saw . dan kedua kakiku aku letakkan di tempat sujudnya. Ketika beliau saw sujud, dia mengusap kakiku!! Aku pun dengan segera menarik kaki. Dan ketika Nabi saw bangkit untuk rakaat berikutnya, aku pun kembali menjulurkan kaki”.[8]

 


[1] . Sair I’lamu An-Nablau 2: 193, 191 dan 172.

[2] . Ibid.

[3] . Bukhari 2: 2 Kitab Al-‘Idain bab Al-Hirab Wa Ad-Darq Yaum Al-‘Id dan jilid 4: 47 kitab Al-Jihad, bab Ad-Darq. Shahih Muslim 2: 609 kitab As-Shalat.

[4] . Bukhari 2: 2 Kitab Al-‘Idain bab Al-Hirab wa Ad-Darq Yaum Al-‘Id dan jilid 4: 47 kitab Jihad , bab Ad-Darq Shahih Muslim 2: 609 kitab  Shalat Al-‘Idain; 4 ba Ar-Rukhshah fii Al-La’ab jilid 19.

[5] . Bukhari 1: 169 kitab Al-‘Idain bab 2.

[6] . Muslim 2: 609 kitab Shalat Al-‘Idain.

[7] . Syarah Nawawi 6: 186.

[8] . Bukhari 1: 107 Kitab shalat, bab as-shalat ‘alal Faraidh dan hal 136 bab At-tathawwu’ fii khalfil Mar’ah dan hal 138 bab Hal yaghmuzu Ar-rajulu imraatau ‘inda As-sujud dan jilid 81 kitab Shalat bab ma yajuzu minal ‘amal fii as-shalat. Shahih Muslim 2: 367 kitab shalat bab 51 al-‘itiradz baina yadai al-mushalli jilid 272.