Selangit Keutamaan Baginda Ali

2323.jpg

Setiap orang bertakwa dan beriman mengenal Ali sebagai waliyullah. Di setiap tempat ‘Ali dikenal sebagai Penghulu Waliyullah. Kekuasaan ‘Ali yang pengasih dikenal dan dialami hingga hari ini oleh mereka yang mencintainya dan akan tetap berlanjut dirasakan hingga akhir zaman.

‘Ali, waliyullah, melakukan segala sesuatu yang membuat Allah Ridha dan Allah Swt menganugerahkan apa yang membuat ‘Ali Ridha.

‘Ali, jawara sengit dan tajam perang Khandaq, pemberani dan tak kenal rasa takut, penakluk Khaibar, adalah orang yang memiliki hati yang lembut terhadap orang-orang sakit dan pembela para janda dan anak yatim.

‘Ali, pangeran sedekah, bekerja keras untuk mendapatkan penghasilan, melebihi Hatim at-Ta’im, dengan memberikan sebuah karavan bermuatan kepada fakir-miskin ketika ia dimintai sepotong roti.

‘Ali, yang memakan roti kering dan garam, akan menggelar perjamuan untuk para fakir-miskin dan para pengemis.

‘Ali, samudra ilmu, tidak akan berbicara kecuali diminta.

Dalam upaya untuk menganugerahkan kemulian kepada pekerja yang jujur, ‘Ali menggulung sendiri lengan bajunya dan bekerja di ladang-ladang orang-orang Yahudi dan kaum Muslimin sebagai seorang buruh.

Khalifah yang kuat Emperium Islam dan penakluk delapan puluh tiga jihad ini memperbaiki sepatunya sendiri, sebagaimana Nabi Saw.

Ada beberapa sabda-sabda ‘Ali dan tidak ada seorang pun yang mengetahuinya dengan baik.

Nabi Saw bersabda:

Tidak ada yang mengenal Allah kecuali Aku dan ‘Ali

Tidak ada yang mengenal Aku kecuali Allah dan ‘Ali

Tidak ada yang mengenal ‘Ali kecuali Aku dan Allah

Jika kalian ingin melihat ilmu Nabi Adam, ketakwaan Nabi Nuh, Kebaktian Nabi Ibrahim, keperkasaan Nabi Musa, khidmat dan kewaraan Nabi Isa pandanglah wajah cerlang ‘Ali.

Ali bersabda:

“Keturunan Nabi Saw adalah kepercayaannya, pelindung perintahnya, amanah ilmunya, penjaga al-Qur’an dan gunung-gunung keimanannya.”

“Merekalah yang telah membuat tulang punggung Islam tegak lurus. Kaum Muslimin takut kepada kaum Kuffar, akan tetapi mereka membuatnya berani dan prawira.”

“Tidak ada seorang pun dari pengikut Nabi Saw yang dapat dibandingkan dengan Ahlulbait Nabi Saw. Penerima tidak dapat disetarakan dengan pemberi rahmat.”

“Ahlulbait merupakan fondasi Islam dan tiang keimanan.”

“Setiap Muslim yang bergantung kepada pertolongan dan petunjuk mereka akan mendapatkan keselamatan.”

“Mereka mendapatkan keistimewaan dan hak Imâmah dan Khilâfah, yang mereka miliki. Dia yang berhak mendapatkan dan layak mewarisi khilâfah kini telah mendapatkannya.”

“Para abid dan pengikut kebatilan senantiasa berjumlah besar dan pengikut kebenaran senantiasa berjumlah kecil.”

“Ketika Rasulullah Saw wafat, banyak orang yang telah meninggalkan Ahlulbait Nabi Saw dan menolong yang lain. Mereka meninggalkan orang-orang yang diperintahkan untuk mereka cintai.”

“Khalifah telah diserahkan kepada orang-orang lain, yang hanya berhasrat kepada dunia, yang sarat dengan salah dan alpa. Mereka tidak memiliki dan juga tidak pernah mengklaim bahwa mereka memiliki kekuatan ruhani juga kemaksuman.”

“Ayyuhannas! Ketahuilah bahwa kami adalah Ahlulbait Nabi Saw. Para malaikat telah datang kepada kami. Kami adalah telaga ilmu. Kami adalah mata-air hikmah dan ilmu Allah Swt.”

“Dia yang menjadikan kami sebagai temannya dan penolong layak mendapatkan ampunan Ilahi, dan dia yang menjadi musuh bagi kami, menantikan hukuman dan siksa dari-Nya. Mereka berbicara dusta terhadap kami dan berlaku zalim kepada kami.”

“Allah Swt meninggikan derajat kami dan telah membuat mereka lebih rendah derajatnya dari kami. Dia telah membuka mata orang-orang melalui perantara kami.”

“Sesungguhnya, para Imam berasal dari bangsa Quraisy, yang merupakan keturunan Bani Hasyim. Tidak ada seorang pun dari Bani Hasyim kecuali layak mendapatkan Imâmah.”

“Aku nasihatkan kepada kalian untuk tidak menyekutukan Allah Swt dengan sesuatu apa pun dan tidak merusak Sunnah Nabi Saw. Jagalah dua pilar ini dan kalian akan terselamatkan dari kesalahan dan dosa-dosa.”

“Agama kalian adalah agama yang lurus dan Imam kalian adalah seorang yang arif. Aku adalah sahabatmu semasa hidup Rasulullah Saw. Ketahuliah dengan baik bahwa Imam adalah khalifah yang ditunjuk oleh Allah Swt.  Mereka mengatur umat semata-mata untuk Allah Swt. Ketahuilah dengan baik bahwa kami adalah sahabat sejati Rasulullah Saw. Kami adalah gerbang ajaran-ajarannya. Tidak sah bagi seseorang untuk memasuki rumah tanpa melalui pintunya. Bagi siapa yang tidak mengindahkan aturan ini adalah seorang pencuri.”

“Hanya mereka yang mentaati Allah dan Rasul-Nya yang akan masuk ke dalam firdaus dan mereka yang melakukan sebaliknya akan masuk Neraka. Sesungguhnya, Allah Swt telah membuatmu sebagai seorang Muslim dan Dia menghendaki kalian sebagai Muslim yang tulus. Barang siapa yang mengenal Allah, Rasul-Nya, dan Ahlulbait Rasulullah dan bahkan ketika ia meninggal di atas kasur dan tidak berangkat jihad akan termasuk dalam golongan para syahid.”

“Ayyuhannas! Bertanyalah kepadaku sebelum kalian kehilanganku, karena sesungguhnya aku lebih mengenal lorong-lorong langit melebihi lorong-lorong bumi, dan sebelum pembuat onar tumbuh bersemi yang akan menyebabkan kalian menginjak-injak kehormatan dan meruyak tatanan berpikir umat.

“Kini, Aku ucapkan selamat tinggal kepada kalian; kalian akan kehilanganku dan menyadari keutamaanku. Kalian akan mengingatku ketika khalifah yang lain datang menggantikanku.” (Nahjul Balâghah)

Ketika Imam ‘Ali luka secara serius akibat tikaman pedang beracun Abdurrahman bin Muljam, ‘Ali membuat wasiat kepada Imam Hasan dan Imam Husain sebagai berikut:

“Aku nasihatkan kepada kalian agar bertakwa kepada Allah Swt dan tidak mengejar kesenangan dunia ini walaupun dia datang mengejarmu. Janganlah pernah menyesal atas apa saja yang kalian telah korbankan.  Berkatalah yang hak dan beramallah (dengan harapan) mendapatkan ganjaran. Jadikanlah diri kalian sebagai musuh para penindas dan penolong bagi orang-orang yang tertindas.

“Aku nasihatkan kepada kalian dan seluruh anak-anakku dan anggota keluargaku dan setiap orang yang membaca wasiat ini, untuk bertakwa kepada Allah Swt, jagalah urusan-urusanmu dengan baik, dan menjalin silaturahmi sesama kalian karena aku mendengar datuk kalian Rasulullah Saw bersabda: “Menyelesaikan ikhtilaf yang ada lebih baik dari shalat dan puasa.”

“Bertakwalah kepada Allah dan jagalah urusan anak-anak yatim. Sehingga mereka tidak kelaparan dan tidak binasa sementara kalian ada.”

“Bertakwalah kepada Allah dan ingatlah Allah dalam urusan-urusan tetanggamu, karena menjaga urusan tetangga adalah salah satu pokok sabda Rasulullah Saw. Imam ‘Ali melanjutkan nasihat tentang keutamaan tetangga hingga kami berpikir bahwa ia membolehkan tetangga mendapatkan warisan.”

“Bertakwalah kepada Allah Swt dan ingatlah Allah dalam urusan al-Qur’an. Tidak seorang pun yang akan mengungguli kalian dalam urusan ini.”

“Bertakwalah kepada Allah Swt dan ingatlah Allah dalam urusan shalat, karena shalat merupakan tiang agama.”

“Bertakwalah kepada Allah Swt dan ingatlah Allah karena Dia adalah Rabb al-Bait (Ka’bah). Jangan kalian tinggalkan selama kalian hidup, karena jika ditinggalkan kalian tidak akan terpisah darinya.”

“Bertakwalah kepada Allah Swt dan ingatlah Allah dalam jihad dengan menyumbangkan harta, jiwa dan lisan kalin di jalan Allah Swt.”

“Kalian harus menghormati kerabat dan meluangkan waktu untuk orang lain. Hindarilah menjauh dari orang lain dan memutuskan hubungan silaturahmi. Jangan menyerah untuk beramar ma’ruf dan nahi mungkar meskipun keburukan menimpamu, dan sehingga apabila kalian hendak shalat, shalat kalian tidak akan diterima.” 

 

Mereguk Cawan Syahadah

Setelah kaum Khawarij mengalami kekalahan besar dalam perang Nahrawan,  tiga orang durjana berkumpul untuk mengambil mufakat, yaitu membunuh beberapa orang yang mereka anggap sebagai musuh dan penghalang mereka dalam mencapai tujuan-tujuan mereka. 

Ketiga orang itu adalah Ibnu Muljam, Hajjaj bin Abdillah, dan Umar bin Bakar At-Tamimi.  Mereka bertiga telah sepakat dan bertekad untuk membunuh Muawiyah, Amr bin Ash dan Imam Ali as.  ibnu Muljam sendiri telah bersumpah untuk melakukan pembunuhan atas Imam Ali as. Maka pada 19 Ramadhan 40 H, Ibnu Muljam melakukan rencana jahatnya. 

Seperti biasa, subuh itu Imam Ali as memimpin salat subuh berjamaah bersama kaum Mukminin di Masjid Kufah, Irak. Ibnu Muljam berhasil menyusup diam-diam sampai mendekati beliau yang tenagh bersujud. Namun, tatkala beliau bangkit dari sujudnya, Ibnu Muljam segera menebaskan pedangnya yang beracun itu, tepat di bagian kepala beliau As.  Darah suci  beliau berhamburan memerahi mihrab dan pakaian beliau.  Pemimpin yang adil itu meratap lemah, “Fuztu wa Rabbil Ka’bah” (Demi Tuhan ka’bah! Sungguh aku telah menang).

Pada saat itu, terdengar oleh masyarakat  suara dari langit berucap: “Demi Allah, sungguh tonggak petunjuk telah roboh, orang yang paling takwa telah terbunuh,  ….orang yang paling celaka telah membunuhnya“. 

Ibnu Muljam berusaha melarikan diri dari kota Kufah, akan tetapi ia berhasil dibekuk.  Ketika ia dibawa ke hadapan Imam Ali as, beliau berkata kepadanya:

“Bukankah aku selalu berbuat baik kepadamu?”.

Ia menjawab : “Ya, betul”. 

Sebagian orang berusaha untuk melakukan pembalasan dendam terhadap Ibnu Muljam, akan tetapi Imam Ali mencegah mereka.  Bahkan beliau berpesan kepada putranya Hasan as. agar senantiasa berbuat baik kepadanya selama beliau masih hidup.

Demikianlah Imam Ali as, sang pemimpin yang adil itu meninggalkan dunia pada usia 63 tahun, sama dengan usia Rasulullah saw.  Jenazah beliau dimakamkan di luar kota Kufah secara rahasia di kegelapan malam.  Ibnu Mulljam, suruhan Mua’wiyah, membunuh ‘Ali pada waktu ia melaksanakan shalat Subuh, 19 Ramadhan 40 H dan dianugerahkan dengan syahadah pada tanggal 21 Ramadan 40 H, kemudian dikebumikan di Najaf al-Asraf (Irak).

Lahir di Ka’bah Rumah Allah, dan dibunuh di Rumah Allah, singa Allah, orang yang paling berani dan gentle yang pernah hidup, memulai hidupnya yang agung dengan ketakwaan kepada Allah dan Rasul-Nya serta mengakhiri hidupnya dengan khidmat kepada Islam.

Berikut ini kami suguhkan hadits-hadits yang menyebutkan keutamaan Baginda Ali. Sesuai dengan hadits ini, ‘Ali As bukanlah seorang pemimpin biasa; akan tetapi ia adalah seorang pemimpin Ilahi dimana  ucapan dan perbuatannya adalah sebuah ukuran; amalan menjadi benar ketika ia mengerjakannya; ucapan menjadi benar ketika ia menuturkannya, barisan yang benar adalah barisan dimana ia berdiri. Dan barang siapa yang tidak berada dalam barisannya, maka ia adalah sesat dan batil.

1.     Kecintaan

Salah satu kriteria yang dapat dijadikan sebagai kriteria pemimpin pasca Rasulullah Saw adalah mizan kecintaan dan kasih Rasulullah Saw kepada orang tersebut.

Sepanjang perjalanan sejarah yang berhasil merekam keadaan kaum Muslimin dan kejadian-kejadian yang mengitari mereka pada masa-masa awal datangnya Islam serta hadits-hadits dan riwayat-riwayat menjadi saksi bahwa tidak seorang pun yang lebih dicintai oleh Rasulullah Saw melebihi kecintaannya kepada ‘Ali As.[1]

Seperti yang ditulis oleh Ibn Hajar dalam kitabya Shawaiq: “’Ali As adalah orang yang paling dicintai oleh Rasulullah Saw.”[2]

Baginda Nabi Saw tidak hanya sangat mencintai ‘Ali As, ia juga meminta kaum Muslimin untuk mencintainya dan permintaan ini yang ditujukan kepada semua seukuran dengan firman Tuhan kepada semua manusia.[3]

Terkadang Nabi Saw bersabda: “Allah Swt lebih mencintainya melebihi diriku.”[4]  

Dan atau: “Orang yang paling dicintai di sisi Allah Swt adalah ‘Ali.”[5]

Aisyah berkata: “Allah Swt tidak menciptakan seseorang seperti ‘Ali yang paling dicintai oleh Rasulullah Saw.”[6]

Nabi Saw bersabda kepada para sahabat: “Tuhanku berfirman: “Ia mencintai empat orang sahabatku. Dan Ia bersabda kepadaku: “Ia (Rasulullah Saw) mencintai mereka. Para sahabat berkata: “Siapakah mereka wahai Rasulullah? Kami berharap bahwa kami adalah mereka yang empat itu.”

Nabi Saw bersabda: “Ketahuilah bahwa ‘Ali adalah dari mereka (yang empat itu). Dan kemudian ia diam. Kembali ia bersabda: “Ketahuilah bahwa adalah ‘Ali dari mereka dan kembali diam.[7]

 Dan kembali ia bersabda:

يُحبُّ الله وَرَسُولُه وُيحُِبُّه الله وَرُسُولُه

 “Allah dan Rasul-Nya mecintai ‘Ali dan ‘Ali mencintai Allah dan Rasul-Nya.”[8]

Anas bin Malik berkata: “Mereka membawa hadiah kepada Rasulullah Saw berupa ayam goreng. Nabi Saw menengadahkan tangannya untuk berdoa dan bersabda: “Allahummah sampaikanlah orang yang dicintai Allah dan Rasul-Nya.

Ketika itu, ‘Ali As datang dan mengetuk pintu. Karena aku berharap bahwa yang mengetuk pintu itu adalah seorang Anshar, aku berkata kepadanya bahwa Rasulullah Saw sedang sibuk; ‘Ali As kembali dan selang beberapa lama kemudian ia kembali mengetuk pintu. Aku tetap memberikan alasan yang sama kepadanya; ia kembali. Tatkala ia mengetuk pintu untuk yang ketiga kalinya, Rasulullah Saw bersabda kepadaku: “Wahai Anas, biarkanlah ia masuk. Yang aku maksud ialah orangnya.”[9]

Di samping itu, untuk mencintai Hadrat ‘Ali As, karakteristik dan tipologi yang disebutkan dalam hadits atau riwayat, tidak seorang pun yang menyamai karakteristik dan tipologi yang dimiliki oleh Hadrat ‘Ali As. Di antara karakteristik tersebut adalah:

1.1. Kecintaan kepada ‘Ali As adalah kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya.

Diriwayatkan dari Ibn ‘Abbas bahwa suatu hari Rasulullah Saw sembari ia memegang tangan ‘Ali As keluar dari rumah, ia bersabda: “Ketahuilah!” Barang siapa yang memiliki kebencian kepada ‘Ali dalam dirinya, ia memillki kebencian kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa yang mencintai ‘Ali As, ia mencintai Allah dan Rasul-Nya.[10]

Rasulullah Saw bersabda kepada ‘Ali As:

يا عَلي! أَنْتَ سَيِّدٌ في الدُنْيَا وَالْآخِرَةِ

حَبيبُكَ حَبِيبي وَحَبِيبي حَبِيبُ الله

وَعَدُوُّكَ عَدُوِّي وَعَدُوِّي عَدُوَّ الله وَالْوَيْلُ لِمَن أبْغَضَكَ بَعْدِي

Wahai ‘Ali! Engkau adalah tuan di dunia dan tuan di akhirat. Sahabatmu adalah sahabatku dan sahabatku adalah sahabat Allah; musuhmu adalah musuhku, musuhku adalah musuh Allah. Celakalah orang yang memusuhimu setelahku;[11]

Dan bersabda:

يَا عَلِيُّ مُحِبُّكَ مُحِبِّي وَمُبْغِضُكَ مُبْغِضي

Barang siapa yang mencintai ‘Ali, ia mencintaiku. Dan barang siapa yang memusuhinya, ia memusuhiku.[12]

1.2.                 Mencintai ‘Ali mendatangkan kebahagiaan

Rasulullah Saw bersabda: “Barang siapa yang mecintai kedua anak ini (Hasan dan Husain), mencintai ayah dan ibunya, ia akan sederajat denganku pada hari kiamat.”[13]

Dan bersabda: “Barang siapa yang ingin mati dan hidup sebagaimana aku dan bermukim dalam surga untuk selamanya yang dijanjikan Tuhan kepadaku maka cintailah ‘Ali bin Abi Thalib.”[14]

Rasulullah Saw bersabda:

“Jibril mengabarkan kepadaku: “Kebahagiaan yang hakiki didapatkan oleh orang yang mencintai ‘Ali pada masa hidupnya dan setelah matinya, dan kecelakaan hakiki didapatkan oleh orang yang memusuhi ‘Ali pada masa hidupnya dan setelah matinya.”[15]

Ibn ‘Abbas berkata: “Aku berkata kepada Rasulullah Saw: “Ya Rasulullah! Apakah ada jalan untuk selamat dari api neraka?”

Ia bersabda: “Iya.”

Aku berkata: “Apakah itu ya Rasulullah?”

Ia bersabda: “Cinta kepada ‘Ali bin Abi Thalib.”[16]

1.3. Mencintai ‘Ali adalah sebuah amal shaleh.

Rasulullah Saw bersabda:

حُبُّ عليِّ بْنِ أبي طالِبْ يأكُلُ السيِّئَاتِ كَمَا تأَكُلُ النَّارُ اَلْحَطَبَ

“Kecintaan kepada ‘Ali melenyapkan segala keburukan, sebagaimana api melenyapkan seluruh kayu bakar.”[17]

Dan bersabda:

عنوان صحيفة المؤمن حب علي بن أبي طالب

“Alamat lembar kebaikan orang-orang Mukmin adalah kecintaannya kepada ‘Ali bin Abi Thalib.”[18]

1.4. Tidak mencintai ‘Ali membuat seluruh amalan ditolak

         Rasulullah Saw bersabda:

لو أن عبداً عبد الله ألف عام وألف عام

 وألف عام بين الركن والمقام ثمن

 لقي الله عز وجل مبغضاً لعلي بن أبي طالب

 وعترتي أكبَّه الله على منخريه في النار

Apabila seorang hamba hidup selama seribu tahun, seribu tahun,    seribu tahun beribadah kepada Tuhan di antara rukun dan makam (di sekitar Ka’bah terdapat empat rukun, dan makam Nabi Ibrahim As. Beribadah di tempat ini memiliki ganjaran yang sangat melimpah, AK), akan tetapi ia membenci ‘Ali dan Ahli Baitku, maka Tuhan akan melemparkannya ke dalam jahannam.[19]

Dan bersabda:

يا علي لو أن أمتي صاموا حتى يكونوا كالحنايا وصلُّوا

حتى يكونوا كالأوتار ثم أبغضوك لأكبهم الله على وجوههم في النار

“Wahai ‘Ali! Apabila umatku sedemikian ia berpuasa sehingga badannya menjadi bungkuk. Dan sedemikian ia mengerjakan shalat sehingga raganya seolah-olah mengejang, lalu ia membencimu, maka Allah Swt akan melemparkannya ke dalam jahannam.[20]

1.5.                     Kebencian kepada ‘Ali tidak akan bersatu dengan kecintaan kepada Rasulullah Saw

         Rasulullah bersabda:

يا علي من زعم أنه يحبني وهو يبغضك فهو كذاب

“Wahai ‘Ali! Berdusta orang yang mengatakan cinta kepadaku namun memiliki kebencian kepadamu.”[21]

1.6. Kebencian kepada ‘Ali tidak akan bersatu dengan iman

Rasulullah Saw bersabda:

من زعم أنه آمن بي وما جِئْتُ به وهو يبغض علياً فهو كاذب ليس بمؤمن

Barang siapa yang menyangka bahwa ia beriman kepadaku dan agamaku, akan tetapi membenci ‘Ali  maka ia berkata dusta; ia bukanlah seorang Mukmin.[22]

           

1.7.   Kebencian kepada ‘Ali adalah kekafiran

Rasulullah Saw bersabda: “Barang siapa yang membencimu dan kemudian ia meninggal, ia meninggal dalam keadaan kafir; akan tetapi ia akan dihisab seperti orang-orang Muslim.[23]

Layak kiranya hadits ini kita berikan ulasan yang jeluk dan menyingkap makna yang bersemayam dalamnya. Terdapat dua pendapat ihwal hisab orang-orang kafir:

Pendapat pertama, orang-orang kafir akan dihukum dan dijerat karena dosa-dosa mereka. Akan tetapi meninggalkan amalan-amalan yang diwajibkan dalam Islam maka ia tidak akan dijerat dan dihukum. Sebagaimana apabila ia melakukan perbuatan yang diharamkan dalam Islam, ia tidak akan dihukum. Karena perhitungan ini terkhusus bagi mereka yang tidak ternodai dengan kekufuran, apabila tidak dengan adanya kekufuran (itu sendiri) setiap dosa adalah kecil.

Pendapat kedua, orang-orang kafir disamping ia akan dihukum lantaran kekufuran dan ketiadaan akidah yang benar juga akan dihukum lantaran perbuatan dan tingkah lakunya; artinya dari dimensi akidah ia akan mendapatkan hukuman kekafiran, dan pada wilayah perbuatan ia akan dihukum atas setiap perbuatan dosa yang ia lakukan dan setiap kewajiban yang ia tinggalkan. Para penyokong pendapat ini membuat sebuah kaidah yang menyebutkan:

 “Orang-orang kafir sebagaimana ia dihukum karena mengingkari usuluddin, ia juga akan dihukum lantaran mengingkari furu’ddin.

Hadits yang disebutkan di atas, hukuman atas kebencian kepada ‘Ali As ditetapkan berdasar kepada pendapat kedua.

1.8.   Kecintaan kepada ‘Ali adalah alamat keimanan dan kebencian kepadanya adalah alamat kemunafikan

Rasulullah Saw bersabda:

يا علي لا يحبك إلا مؤمن ولا يبغضك إلا منافق

“Tidak mencintaimu selain orang mukmin dan tidak membencimu selain orang munafik.”[24]

Hadrat ‘Ali As sendiri bersabda: “Demi Allah! Rasulullah Saw bersabda kepadaku bahwa tidak mencintaiku kecuali orang mukmin dan tidak membenciku kecuali orang munafik.”[25]

Dan atas alasan ini para sahabat berkata kepadanya: “Kami mengenal orang-orang munafik dengan mengenal orang yang bermusuhan dengan ‘Ali.”[26]

2.      Menyakiti ‘Ali adalah menyakiti Rasulullah Saw

Rasulullah Saw bersabda:

من آذى علياً فقد آذاني

“Barang siapa yang menyakiti ‘Ali sesungguhnya telah menyakitiku.”[27]

Dan bersabda:

“Wahai ‘Ali! Barang siapa yang menyakitimu sama dengan menyakitiku dan barang siapa yang menyakitiku sama dengan menyakiti Allah.”[28]

3.                 Mencela ‘Ali adalah mencela Rasulullah Saw

Rasulullah Saw bersabda: “Barang siapa yang mencela ‘Ali, ia telah mencelaku. Dan barang siapa yang mencelaku, ia telah mencela Allah. Dan barang siapa yang mencela Allah, ia akan dilemparkan ke dalam jahannam.”[29]

4.                         Meninggalkan ‘Ali adalah meninggalkan Rasulullah Saw

Rasulullah Saw bersabda:

من فارق علياً فارقني ومن فارقني فارق الله عز وجل

Barang siapa yang meninggalkan ‘Ali, ia telah meninggalkan aku. Dan barang siapa yang meninggalkan aku, ia telah meninggalkan Allah.[30]

5.                                 Memerangi ‘Ali adalah memerangi Rasulullah Saw

Abu Hurairah berkata: “Rasulullah Saw datang menjenguk ‘Ali, Fatimah, Hasan dan Husain dan bersabda:

أنا حرب لمن حاربكم وسلم لمن سالمكم

 “Barang siapa yang berperang denganmu, maka aku berperang dengannya. Dan barang siapa yang berdamai denganmu, maka aku berdamai dengannya.”[31]

6.         Panji hidayah

Rasulullah Saw bersabda kepada Aba Barzah:

يا أبا برزة إن رب العالمين عَهِد إليَّ عهداً في

علي بن أبي طالب  صلوات الله عليه وآله :

 فقال : إنه راية الهدى ومنار الإيمان وإمام أوليائي ونور جميع من أطاعني

Wahai Aba Barzahٰ Allah Swt berfirman kepadaku ihwal ‘Ali: “Ia adalah panji hidayah, tanda keimanan, pemimpin para wali Allah dan cahaya yang memberikan kecerlangan seluruh orang yang mentaati Allah Swt.”

7.      ‘Ali bersama kebenaran

Rasulullah Saw bersabda:

علي مع الحق والحق معه حيثما دار

Ali bersama hak dan hak bersama ‘Ali.”[32]

8.                         Kebenaran bersama ‘Ali

Rasulullah Saw bersabda:

الحق مع علي حيث دار

’Ali kemana pun ia berputar, kebenaran senantiasa menyertainya.”[33]

9.                         ‘Ali, haq dan al-Qur’an

Rasulullah Saw bersabda:

علي مع الحق والقرآن والحق والقرآن

 مع علي لن يفترقا حتى يردا علىَّ الحوض

’Ali bersama kebenaran dan Qur’an, dan hak serta Qur’an bersama ‘Ali;Keduanya tidak akan berpisah hingga keduanya menemuiku di al-Haudh.”[34]

10.                    ‘Ali dan al-Qur’an

Rasulullah Saw bersabda:

علي مع القرآن والقرآن مع علي لن يفترقا حتى يردا علىَّ الحوض

’Ali bersama al-Qur’an dan al-Qur’an bersama ‘Ali; keduanya tidak akan berpisah hingga bertemu denganku di telaga Kautsar.”[35]

11.                    ‘Ali laksana Ka’bah

Rasulullah Saw bersabda:

أنت بمنزلة الكعبة تُؤتَى ولا تأتي

Wahai ‘Ali! Engkau laksana Ka’bah dimana seluruh orang datang kepadanya; tetapi ia tidak akan pergi kepada seseorang.”[36]

مثل علي فيكم كمثل الكعبة المُتَسَوَّرَة

 النظر إليها عبادة والحج إليها فريضة

Perumpamaan ‘Ali bagi umatku laksana Ka’bah yang tatkala melihatnya adalah ibadah dan bagi orang yang melaksanakan haji wajib hukumnya untuk melihatnya.”[37]

12.                    ‘Ali adalah Gerbang Ampunan

Rasulullah Saw bersabda:

علي باب حطة فمن دخل منه كان آمناً ومن خرج منه كان كافراً

“’Ali adalah gerbang ampunan; barang siapa yang memasukinya adalah mukmin dan barang siapa yang keluarnya darinya adalah kafir.[38]

13.                            Mizan iman

Rasulullah Saw bersabda:

لولاك يا علي ما عُرِف المؤمنون بعدي

Wahai ‘Ali! Sekiranya kalau bukan karena engkau niscaya orang beriman tidak dikenali selepasku.”[39]

14.                    Pembeda antara hak dan batil

Rasulullah Saw bersabda:

أنت الفاروق بين الحق والباطل

Wahai ‘Ali! Engkau adalah pembeda antara hak dan batil.’[40]

15.    Tanda Keimanan

Rasulullah Saw bersabda:

جعلتك علماً فيما بيني وبين أمتي فمن لم يتَّبعك فقد كفر

 “Wahai ‘Ali! Aku menjadikanmu sebagai tanda keimanan di antara umatku; barang siapa yang tidak mengikutimu adalah kafir.”[41]

16.                                    Pembagi surga dan neraka

Rasulullah Saw bersabda kepadanya:

أنت قسيم النار

 “Engkau adalah pembagi neraka.”[42]

Dan ‘Ali As sendiri bersabda: “Aku  adalah pembagi neraka.”[43]

Dan bersabda: “Aku adalah pembagi neraka. Pada hari kiamat, aku berkata kepada jahannam: “Ini untukku dan itu untukmu.” Atau ini yang kau ambil dan ini yang aku ambil.”[44]

Qasîm dalam tiga hadits ini bermakna muqâsim; artinya masing-masing dari dua orang yang membagi sesuatu di antara mereka berdua. Oleh karena itu, ketika kita berkata, ‘Ali adalah qasîm neraka, artinya adalah ia dan neraka membagi manusia masing-masing untuk mereka. Dengan demikian, maksud dari riwayat ini adalah bahwa dzat suci ‘Alawi berhadapan dengan jahannam; artinya sebagaimana sebagian manusia nasib mereka memasuki jahannam, sebagian yang lain adalah bagian Imam ‘Ali As. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Hadrat ‘Ali adalah jelmaan surga.

Poin yang lain yang dapat disimpulkan dari hadits yang ketiga adalah wewenang untuk membagi ini berada di tangan Hadrat ‘Ali. Lantaran ia berkata kepada neraka apa yang engkau harus ambil dan engkau harus lepaskan.

Demikian juga Rasulullah Saw bersabda kepadanya: “Engkau adalah pembagi surga dan neraka.”[45]

Qasîm (isim musyabbahatun bil fi’l) dalam hadits ini bermakna qâsim (isim fâil, nomina pelaku). Artinya seseorang yang membagi sesuatu. Hadits ini secara lahir menegaskan bahwa ‘Ali membagi orang-orang yang masuk ke dalam surga dan neraka, akan tetapi pada hakikatnya, ia tidak memerlukan pembagian ini. Akan tetapi Hadrat ‘Ali sendiri merupakan kriteria pembagian; artinya ‘Ali adalah standar dan kriteria surgawinya setiap orang. Setiap orang dapat menjadi surgawi atau ahli surga (orang yang masuk surga) sepanjang mereka bersama ‘Ali dan tidak menyimpang dari jalannya. Akan tetapi apabila menyimpang dari jalannya, ia tidak layak untuk dapat bersama ‘Ali yang suci dan kudus. Tidak ada yang lebih layak untuknya kecuali kayu bakar kering yang tidak lain untuk membakarnya dalam neraka jahannam. Oleh karena itu,  kandungan hadits ini ekuivalen dengan kandungan hadits-hadits yang sebelumnya. Dan kandungan seluruh hadits tersebut adalah jelmaan surga dan kriteria surgawinya seseorang.

17.                            Surat Izin untuk Melintansi Sirath

Rasulullah Saw bersabda: “Tidak ada yang akan melintasi jembatan Sirath kecuali ‘Ali telah memberikan surat izin kepadanya untuk melintasinya.”[46]

18.                    Kemenangan dengan mengikuti ‘Ali

Rasulullah Saw selagi ia menunjuk kepada ‘Ali, ia bersabda:

والذي نفسي بيده إن هذا وشيعته هم الفائزون يوم القيامة

Demi Dzat yang jiwaku di tangannya, orang ini (isyarat kepada ‘Ali) dan Syi’ahnya (pengikutnya) adalah orang-orang yang meraih kemenangan di hari kiamat.[47]

19.                            Para Syi’ah (Pengikut) ‘Ali di Surga

Rasulullah Saw bersabda kepadanya:

أنت وشيعتك في الجنة

Engkau dan Syi’ahmu adalah ahli surga.”[48]

20.                        Partai yang Meraih Kemenangan

Rasulullah Saw sembari menunjuk ‘Ali, ia bersabda:

هذا وحزبه المفلحون

Orang ini (isyarat kepada ‘Ali) dan partainya (hizbuhu) adalah orang-orang yang menang.”[49]

21.                                    Mengikuti ‘Ali; terpuji dan ridha

Hadrat ‘Ali As sendiri bersabda:

أن خليلي’ قال : يا علي أنك ستقدم

على الناس وشيعتك راضين

Rasulullah Saw memberikan kabar kepadaku bahwa aku dan Syi’ahku ketika dikumpulkan di hari Masyhar, kami berada dalam keadaan ridha kepada Allah Swt dan Allah Swt ridha kepada kami.

رضي الله عنهم ورضوا عنه[50]

Di bawah ayat ini, terdapat riwayat yang dinukil dari Rasulullah Saw bahwa tuntutan ayat ini,  yang dimaksud adalah ‘Ali dan Syi’ahnya. .Derajat ini adalah derajat dimana Allah  ridha kepada manusia dan manusia ridha kepada Allah Swt. Dan hal ini merupakan kedudukan yang tertinggi kesempurnaan manusia; sebagaimana al-Qur’an, menganggap orang-orang tersebut sebagai jiwa yang tenang dengan bersandar kepada mengingat Allah dan terlepas dari segala kepenatan duniawi, menegaskan

يا أيتها النفي المطمئنة ارجعي إلى ربك راضية مرضية

“Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dalam keadaan engkau ridha dan diridhai.”

22.                                    Dzikir ‘Ali adalah Ibadah

Rasulullah Saw bersabda:

ذكر علي عبادة

 “Dzikir nama ‘Ali adalah ibadah.”[51]

23.                    Memandang Wajah ‘Ali adalah ibadah

Diriwayatkan dari ‘Aisyah bahwa ia berkata: “Aku melihat ayahku yang banyak memandang wajah ‘Ali. Aku berkata kepadanya: “Wahai ayah! Mengapa engkau sedemikian banyak memandang wajah ‘Ali?”

Ia berkata kepadaku: “Putriku, aku mendengar dari Rasulullah yang bersabda: “Memandang wajah ‘Ali adalah ibadah.”[52]

24.                                    ‘Ali adalah Gerbang Surga

Rasulullah Saw bersabda:

أنا مدينة الجنه وعلي بابها ، يا علي كذِب

 من زعم أنه يدخلها من غير بابها

Aku adalah kota surga dan ‘Ali adalah gerbang kota ini. Kelirulah orang yang beranggapan bahwa ia dapat memasuki kota tanpa melalui gerbangnya.”[53]

25.                            Benderangnya ‘Ali di Surga

Rasulullah Saw bersabda:

علي يُزهِرُ لأهل الجنة كما يُزهِرُ كوكب الصبح لأهل الدنيا

Ali menyinari penduduk surga sebagaimana bintang fajar menyinari penduduk bumi.”[54]

26.                        ‘Ali adalah Bapak Kaum Muslimin

Rasulullah Saw bersabda:

حق علي على كل مسلم حق الوالد على ولده

Haknya ‘Ali atas umat ini sebagaimana hak seorang ayah atas anaknya.”[55]

27.                            Mentaati ‘Ali

Rasulullah Saw bersabda:

من أطاعني فقد أطاع الله ومن أطاعك أطاعني ،

 ومن عصاني فقد عصى الله ومن عصاك فقد عصاني

Barang siapa yang mentaatiku, ia telah mentaati Allah Swt. Dan barang siapa yang mentaati ‘Ali, ia telah mentaatiku. Barang siapa yang membangkang terhadapku, ia telah membangkan Allah Swt. Dan barang siapa yang membangkang ‘Ali ia telah membangkang kepadaku.”[56]

28.                            Penjaga Rahasia Rasulullah Saw

Rasulullah Saw bersabda:

صاحب سري علي بن أبي طالب

“Penjaga rahasiaku adalah ‘Ali.”[57]

Dan ‘Aisyah menukil dari ayahnya bahwa ‘Ali As adalah penjaga rahasia Rasulullah Saw.”[58]

29.                            ‘Ali adalah Kepala bagi Rasulullah Saw

Rasulullah Saw bersabda:

علي مني مثل رأسي من بدني

“Hubungan ‘Ali kepadaku ibarat hubungan kepala kepada badan.”[59]

30.                            Gelar-gelar Imam ‘Ali As

Salah satu kriteria yang dapat dijadikan sebagai ukuran untuk menentukan khalifah Rasulullah Saw. Pelbagai gelar (laqab) dan julukan (kuniyah) yang diberikan oleh Rasulullah Saw selama masa hidupnnya kepada orang tersebut. Sejauh yang dapat dijadikan sebagai referensi di antara riwayat dan hadits, tidak satu pun di antara para sahabat yang memiliki gelar kehormatan dan laqab agung sebanyak yang diterima oleh Amirul Mukminin As. Di antara gelar yang diberikan oleh Rasulullah Saw kepada Amirul Mukminin As selama masa hidupnya adalah:

a.      Shiddîq;[60]

b.      Shadîqul Akbar;[61]

c.      Sayyidul ‘Arab;

Suatu hari Rasulullah Saw bersabda kepada ‘Aisyah: “Apabila engkau ingin melihat tuan dan sayid orang Arab, lihatlah ‘Ali bin Abi Thalib.” ‘Aisyah berkata: “Wahai Rasulullah! Bukankah engkau ini adalah sayid Arab. Ia bersabda: “Aku adalah tuan bagi seluruh manusia dan ‘Ali adalah tuannya bangsa Arab.”[62]

d.      Sayyidul Musliminin wa Imâmul Muttaqin;[63]

e.      Sayyidul Mukminin wa Imâmul Muttaqin wa Qâ’idul Ghurra al-Muhajjalin;

Artinya adalah tuan kaum Mukminin, pemimpin para muttaqin dan junjungan orang-orang yang wajahnya bercahaya cemerlang pada hari kiamat.

Rasulullah Saw bersabda: “Pada malam Mikraj, tiga hal yang diwahyukan kepadaku tentang ‘Ali bin Abi Thalib: Ia adalah Sayyidul Mukminin dan Imâmul Muttaqin dan Qâ’idul Ghurra al-Muhajjilin.[64]

f.             Ya’subul Mukminin;[65]

g.            Amirul Mukminin;[66]

h.            Sayyidu Syababul Ahli Janna;[67]

Penjelasan: “Dari hadits yang dapat digunakan untuk menjelaskan gelar ini adalah bahwa seluruh ahli surga adalah pemuda; artinya orang-orang tua juga tatkala memasuki surga akan menjadi muda. Oleh karena itu, apabila seseorang menjadi tuan pemuda ahli surga bermakna tuan seluruh ahli surga.

i.               Khairul Bariyyah;[68]

Gelar ini sedemikian masyhur untuk ‘Ali bin Abi Thalib As sehingga para sahabat tatkala melihatnya, mereka berkata: “Sebaik-baik makhluk telah datang.”[69]

j.        HujjatulLâh;

Rasulullah Saw bersabda:

أنا وعلي حجة الله على عباده

“Aku dan ‘Ali adalah hujjah Allah atas seluruh hamba-Nya.”[70]

k.      Wâziru Rasulullâh Saw;

Anas bin Malik berkata: “Tatkala surah an-Nashr turun, kami memahami bahwa surat ini membawa warta akan wafatnya Rasulullah Saw. Kami berkata kepada Salman Parsi: Coba engkau tanyakan kepada Rasulullah Saw bahwa setelah ia siapakah yang akan menjadi tempat rujukan dan tempat berlindung kami, dan siapakah yang lebih ia cintai dari semuanya. Salman Parsi datang menghadap kepada Rasulullah Saw dan ia menanyakan matlab ini. Hadrat Rasulullah Saw berpaling dan tidak memberikan jawaban. Salman kembali bertanya. Kembali Rasulullah Saw berpaling dan tidak memberikan jawaban. Salman merasa cemas jangan-jangan ia telah membuat Rasulullah Saw gundah. Setelah itu ia tidak lagi bertanya. Selang beberapa lama, Rasulullah Saw bersabda kepadanya: “Apakah engkau ingin mendengar jawaban soalanmu itu? Ia berkata: “Ya Rasulullah! Aku takut aku telah membuatmu marah. Rasulullah Saw bersabda: “Tidak. Ketahuilah bahwa saudaraku, wazirku, khalifah dan penggantiku dalam keluargaku. Ia adalah sebaik-baik orang yang tinggal selepasku, menjalankan agamaku dan menunaikan janji-janjiku. Ia adalah ‘Ali bin Abi Thalib As.[71]

Amirul Mukminin As dalam memberikan isyarat tentang keutamaannya ini, ia bersabda: “Aku adalah saudara dan wazir Rasulullah Saw. Tidak seorang pun sebelumku dan setelahku yang berkata tentang hal ini; kecuali pendusta.”[72][]

 

 


[1] . Mustadrak ‘ala ash-Shahihain, jilid 3, hal. 155.

[2] . Ash-Shawâiq al-Muhriqah, hal. 187, hadits 2, Kanz al-’Ummâl, jilid 13, hal. 145, hadits 36457, dan Dzakhairul Uqba, hal. 62.

[3] . Kanz al-’Ummâl, jilid 13, hal. 143, hadits ke-36447.

[4] . Farâidh as-Simthain, jilid 1, hal. 324, bab 58, hadits ke-252, dan Târikh Dimasyq, jilid 2, hal. 159, hadits 646.

[5]. Mustadrak ‘ala ash-Shahihain, jilid 3, hal. 155, Usud al-Ghabah, jilid 4, hal. 111.  

[6]. Târikh Dimasyq, jilid 2, hal. 162, hadits ke-648.

[7]. Mustadrak ‘ala ash-Shahihain, jilid 3, hal. 130, Ash-Shawâiq al-Muhriqah, hal. 188, hadits ke-5.

[8]. Idem, jilid 3, hal. 132, Ash-Shawâiq al-Muhriqah, hal. 187, hadits ke-2, Kanz al-‘Ummâl, jilid 13, hal. 123, hadits ke-36393, dan hal. 162, hadits ke-36493.  

[9]. Usud al-Ghabah, jilid 4, hal. 11, Sunan at-Tirmidzi, jilid 5, hal. 595, Kanz al-‘Ummâl, jilid 13, hal. 166, dan hal. 167, hadits ke-36508, Farâidh as-Simthain, jilid 1, hal. 209, bab. 42, hadits ke-165 hingga 167, Manâqib ibn Maghazali, hal. 165 hingga 175, hadits ke- 189 hingga 212. 

[10]. Kanz al-‘Ummâl, jilid 13, hal. 109, hadits ke-36358. 

[11]. Mustadrak ‘ala ash-Shahihain, jilid 3, hal. 128.  

[12]. Mustadrak ‘ala ash-Shahihain, jilid 3, hal. 130, As-Shawaiq al-Muhriqah, hal. 197, hadits ke-17, Manâqib ibn Maghâzali, hal. 96, hadits ke-233.

[13]. Usud al-Ghabah, jilid 4, hal. 110.

[14]. Mustadrak ‘ala ash-Shahihain, jilid 3, hal. 128.   

[15]Kanz al-‘Ummâl, jilid 13, hal. 145, hadits ke-36458.

[16]. Târikh Baghdâd, jilid 3, hal. 161.

[17]Idem,, jilid 4, hal. 195, Târikh Dimasyq, jilid 2, hal. 103, hadits ke-610.

[18]. Idem, jilid 4, hal. 410, As-Shawâiq al-Muhriqah, hal. 193, hadits ke-32, Manâqib ibn Maghâzali, hal. 243, hadits ke-290. 

[19]. Farâidh as-Simthain, jilid 1, ha. 332, bab 61, hadits ke-257, dan Târikh Dimasyq, jilid 1, hal. 148, hadits ke-182.

[20]Târikh Dimasyq, jilid 1, hal. 145, hadits ke-179.

[21]. Kanz al-‘Ummâl, jilid 13, hal. 122, hadits ke-36392, Farâidh as-Simthain, jilid 1, hal. 134, bab 22, hadits ke-96. 

[22]. Târikh Dimasyq, jilid 2, hal. 210, hadits ke-712.

[23]. Kanz al-‘Ummâl, jilid 13, hal. 159, hadits ke-36491.

[24]. Sunan at-Tirmidzi, jilid 5, hal. 601.

[25]. Kanz al-‘Ummâl, jilid 13, hal. 120, hadits ke-36385 dan hal 117, hadits ke-36529, Farâidh as-Simthain, jilid 1, hal. 130, bab 22, hadits ke-92, 93, 95, As-Shawaiq al-Muhriqah, hal. 188, hadits ke-8. 

[26]. Al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain, jilid 3, hal. 129, Usud al-Ghabah, jilid 4, hal. 110, As-Shawaiq al-Muhriqah, hal. 188, hadits ke-8, Kanz al-‘Ummâl, jilid 13, hal. 106, hadits ke-36347.   

[27]. Kanz al-‘Ummâl, jilid 13, hal. 142, hadits ke-36445,  As-Shawaiq al-Muhriqah, hal. 190, hadits ke-16, Faraidh as-Simthain, jilid 1, hal. 298, bab 55, hadits ke-226, Târikh Dimasyq, jilid 1, hal. 420, hadits ke-494 hingga 502.   

[28]. Târikh Dimasyq, jilid 1, hal. 452, hadits ke-501. 

[29]. Al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain, jilid 3, hal. 121, Farâidh as-Simthain, jilid 1, hal. 302, bab. 56, hadits ke-241, As-Sawâiq al-Muhriqah, hal. 190, hadits ke-16.

[30]. Al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain, jilid 3, hal. 123, Farâidh as-Simthain, jilid 1, hal. 299, bab. 55, hadits ke-8 dan 237, Târikh Dimasyq, jilid 2, hal. 267, hadits ke-796, Manâqib ibn Maghâzali, hal. 240,  hadits ke-287 dan 288, Manâqib Khawarazmi, hal. 105, hadits ke-109.  

[31]. Manâqib ibn Maghâzali, hal. 65, hadits ke-90, hal. 50, hadits ke-73, Dzakhair al-Uqba, hal. 25.

[32]. Al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain, jilid 3, hal. 121, Târikh Baghdâd, jilid 14, hal. 21.

[33]. Farâidh as-Simthain, jilid 1, hal. 177, bab 36, hadits ke-139.

[34]. Idem, hadits ke- 140, Târikh Dimasyq, jilid 3, hal. 153, hadits ke-1172.

[35]. Al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain, jilid 3, hal. 124, Ash-Shawâiq al-Muhriqah, hal. 191, hadits ke-21, Faidh al-Qadir, 3564.

[36]. Usud al-Ghabah, jilid 4, hal. 31.

[37]. Târikh Dimasyq, jilid 2, hal. 406, hadits ke-912, Manâqib ibn Maghâzali, hal. 107, hadits ke-149.

[38]. Ash-Shawâiq al-Muhriqah, hal. 193, hadits ke-34.

[39]. Kanz al-‘Ummâl, jilid 13, hal. 152, hadits ke-36477, Manâqib ibn Maghâzali, hal. 70, hadits ke-101. 

[40]. Farâidh as-Simthain, jilid 1, hal. 39, bab 1, hadits ke-3 dan hal. 140, bab 24, hadits ke- 102, Târikh Dimasyq, jilid 3, hal. 157, hadits ke-1174. 

[41]. Târikh Dimasyq, jilid 2, hal. 489, hadits ke-1019.

[42]. Farâidh as-Simthain, jilid 1, hal. 325, bab 59, hadits ke-5 dan 234, Târikh Dimasyq, jilid 2, hal. 224, hadits ke-762, Ash-Shawâiq al-Muhriqah, hal. 195, hadits ke-40.

[43]. Kanz al-‘Ummâl, jilid 13, hal. 152, hadits ke-36475.

[44]. Târikh Dimasyq, jilid 2, hal. 2423, hadits ke-761 hingga 763, Farâidh as-Simthain, jilid 1, hal. 289, bab 54, hadits ke-228.

[45]. Ash-Shawâiq al-Muhriqah, hal. 195, hadits ke-40.

[46]. Manâqib ibn Maghâzali, hal. 242, hadits ke-289, Dzakhair al-Uqba, hal. 71.

[47]. Farâidh as-Simthain, jilid 1, hal. 156, bab 31, hadits ke-118, Târikh Dimasyq, jilid 2, hal. 344, hadits ke-853, 856, 858.

[48]. Târikh Dimasyq, jilid 2, hal. 345, hadits ke-853.

[49]. Târikh Dimasyq, jilid 2, hal. 347, hadits ke-854.

[50]. Kanz al-‘Ummâl, jilid 13, hal. 156, hadits ke-36483.

[51]. Târikh Dimasyq, jilid 2, hal. 408, hadits ke-914, Manâqib ibn Maghâzali, hal. 206 dan 243.

[52]. Târikh Dimasyq, jilid 2, hal. 391, hadits ke-894 hingga 911, Ash-Shawaiq al-Muhriqah, hal. 190, hadits ke-15, Manâqib ibn Maghâzali, hal. 206, hadits ke-244 hingga 245.

[53]. Idem, hal. 457, hadits ke-989,  Manâqib ibn Maghâzali, hal. 86, hadits ke-127.

[54] . Farâidh as-Simthain, jilid 1, hal. 295, bab 55, hadits ke-233, Ash-Shawâiq al-Muhriqah, hal. 193, hadits ke-36, Manâqib ibn Maghâzali, hal. 140, hadits ke-184.

[55].  Idem, hadits ke-234, Târikh Dimasyq, jilid 2, hal. 271, hadits ke-797 hingga 799, Manâqib ibn Maghâzali, hal. 47, hadits ke-70

[56]. Târikh Dimasyq, jilid 2, hal. 266, hadits ke-793 hingga 795

[57]. Târikh Dimasyq, jilid 2, hal. 311, hadits ke-722.

[58]. Manâqib ibn Maghâzali, hal. 73, hadits ke-108.

[59]. Manâqib ibn Maghâzali, hal. 92, hadits ke-135 & 136, Faidh al-Qadir, jilid 4, hal. 357, Ar-Riyadh an-Nadhirah, jilid 2, hal. 105

[60]. Kanz al-‘Ummâl, jilid 13, hal. 164. 

[61]. Sunan ibn Majah, jilid 1, hal. 44, bab 11, hadits ke-120, Farâidh as-Simthain, jilid 1, hal. 247, bab. 47, hadits ke-192 .  

[62]. Târikh Dimasyq, jilid 2, hal. 261, hadits ke-787, Ash-Shawâiq al-Muhriqah, hal. 188, jilid 4. 

[63]. Farâidh as-Simthain, jilid 1, hal. 141, bab 25, hadits ke-104 

[64]. Farâidh as-Simthain, jilid 1, hal. 143, bab 25, hadits ke-104. 

[65].Târikh Dimasyq, jilid 2, hal. 260, hadits ke- 785, Kanz al-‘Ummâl, jilid 119, hadits ke- 2 dan 36381, Ash-Shawâiq al-Muhriqah, hal. 193, hadits ke-37. 

[66]. Târikh Dimasyq, jilid 2, hal. 259, hadits ke-783.

[67]. Idem, hal. 260, hadits ke-786.

[68]. Farâidh as-Simthain, jilid 1, hal. 154, bab 31, hadits ke-116.  

[69].Idem, hal. 156, bab 31, hadits ke-118, Târikh Dimasyq, jilid 2, hal. 442, hadits ke-958

[70].Târikh Dimasyq, jilid 2, hal. 243, hadits ke-800 hingga 804, Manâqib ibn Maghâzali, hal. 45, hadits ke-67

[71].Târikh Dimasyq, jilid 1, hal. 130, hadits ke-155; hadits yang serupa juga terdapat pada hadits ke-157 dan 158.  

[72]. Farâidh as-Simthain, jilid 1, hal. 311, bab 57, hadits ke-249 dan hal. 315, bab 58, hadits ke-250.    

4 Tanggapan

  1. Wah banyak, benar-benar selangit 😀

  2. Tulisan ini diposting bertepatan dengan hari syahadah Amirul Mukminin.. 21 Ramadhan.
    Ali dibunuh karena keadilannya. Lehernya ditebas lantaran kesetiaanya pada Sunnah Rasulullah.
    Fuztu Wa Rabbil Ka’bah sebagai kesudahan dari semua ini adalah ucapan pamungkas ‘Ali. Dalam logika Ali syahada sebagai konsekuensi loyalitas terhadap Islam dan Rasulullah adalah kejayaan. Di Ka’bah, Baitullah ia lahir, di Masjid Kufah (rumah Tuhan yang lain) ia syahid.
    Salam padamu Wahai Amiral Mukminin..
    Salam padamu ketika engkau lahir dan syahid..
    Salam duka dan bela sungkawa bagi mereka yang mencintai Baginda Ali….21 Ramadhan adalah hari bergabung bagi para pecinta Ali. .

    Best Regards

    Blog Sunni

  3. Subhanallah walhamdulillah walailahailallaah Allaahuakbar.
    Allahumma shalliala Muhammad waala alii Muhammad.
    Tergetar ruhku tercucur air mataku.Semoga semua saudaraku Muslimin Sunni dan Shi’i merasakan getaran cinta ini.

  4. Salam… Mas Adji..
    getaran spirit cinta yang membahana di seantero semesta. Getar cinta menembus dinding lorong ruang dan waktu, tidak kenal Sunni dan Syiah, siapa saja terobos. Cinta Anda cinta Suci.. Getar Cinta Anda menggoyang siapa saja..

    Bloger Sunni

Tinggalkan komentar